Minggu, 07 Oktober 2018

Rancangan Undang – Undang Pertembakauan, SEHAT?



Rancangan Undang – Undang Pertembakauan, SEHAT?
Rancangan Undang-Undang Pertembakauan ( RUUP ) hingga saat ini masih belum menemukan titik terang. Karena belum adanya satu paham, terkait Rancangan Undang-Undang Pertembakauan, menjadi alasan utama mengapa hingga saat ini Rancangan Undang-Undang Pertembakauan masih juga belum disahkan oleh DPR.  Pada dasarnya perkembangan RUU terkait dengan produk tembakau oleh DPR telah diawali sejak tahun 2006 silam, dimana diajukannya RUU Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan ( RUU PDPTK ), oleh Komisi IX DPR RI, yang akhirnya masuk ke dalam daftar Prolegnas 2009-2014, yang akhirnya diterima sebagai RUU inisiatif DPR RI. Kemudian, keluarlah Surat Presiden untuk membahas terkait RUUP tersebut kepada 6 kementrian di Indonesia.  Hingga akhirnya, pada tanggal 11 Agustus 2014, Kementrian Kesehatan mengirim surat kembali kepada Presiden terkait penolakan RUU Pertembakauan, karena dianggap tidak mencerminkan semangat mewujudkan NKRI yang mencerdaskan, menyehatkan, dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Namun, pada pergantian Kepemimpinan Nasional pada tahun 2014 silam, RUU ini kembali di bahas dan diajukan pada rapat paripurna yang diselenggrakan pada Februari 2015, dan diajukan sebagai Prolegnas DPR 2015-2019. Untuk mengejar penutupan masa sidang yang jatuh pada bulan Juli 2016, DPR melakukan berbagai upaya harmonisasi terkait RUUP ini, dengan melakukan berbagai justifikasi terkait pentingnya RUU Pertembakauan dengan mengesampingkan berbagai pertimbangan yang diajukan oleh beberapa pihak, seperti organisasi kemasyarakatan yang dengan terang-terangan menolak adanya pembahasan RUU Pertembakauan. Adanya pro dan kontra ini juga mengakibatkan lengsernya Ketua DPR RI Ade Komarudin, karena dianggap menghambat masuknya RUU Pertembakauan ke dalam sidang paripurna yang saat itu  akan segera diselenggarkan. Lengsernya Ade Komarudin kemudian digantikan oleh Setya Novanto yang kemudian RUU Pertembakauan ini dibahas dalam sidang paripurna pada 15 Desember 2016 lalu, yang disahkan sebagai RUU inisiatif DPR.
Perdebatan terkait RUU Pertembakauan masih berlangsung hingga saat ini, baik yang mendukung maupun yang menolak adanya RUU ini. Kontroversi yang mengiringi  RUUP ini, terutama terkait ketiadaan naskah akademis, prosesnya yang dianggap melompati prosedur, serta isinya yang lebih banyak berorientasi ekonomi industri ketimbang kesehatan.
Beberapa pasal dalam RUUP dianggap bertentangan dengan beberapa peraturan perundangan lainnya diantarannya pada Pasal 48 RUUP yang mengatur mengenai iklan rokok yang berbunyi “ Pelaku usaha dapat melakukan iklan dan promosi melalui media cetak, media elektronik, media luar ruang, media online, dalam jumlah terbatas dan waktu tertentu”. Pasal ini jelas bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pertembakauan, dimana pada Pasal 26 dan 27 Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan bahwa pemerintah melakukan pengendalian terhadap iklan produk tembakau, dalam hal ini adalah rokok. Apabila RUUP ini disahkan nantinya, maka dapat dipastikan akan mengakibatkan jumlah perokok di Indonesia terus bertambah, terutama pada anak-anak di bawah umur. Hal ini disebabkan para pelaku usaha dapat lebih mudah memsarkan produknya melalui berbagai media. Salah satunya media luar ruang, dimana media ini dapat dilihat oleh berbagai kalangan masyarakat, termasuk anak-anak. Selain itu media-media lain selain luar ruangan juga akan sama-sama berpotensi dilihat oleh anak dibawah umur. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Pasal 26 dan 27 telah dijelaskan bahwa pemerintah melakukan pengendalian produk tembakau. Jika pelaku usaha dapat melakukan iklan dan promosi di berbagai media, tidak menutup kemungkinan akan memicu peningkatan jumlah perokok di Indonesia itu sendiri.
Pada Rancangan Undang- Undang Pertembakauan Pasal 38 ayat 2 yang berbunyi “ Pencantuman peringatan kesehatan sebagaiana dimaksud apada ayat ( 1 ) ditulis dengan huruf yang jelas, mudah dibaca dan proporsional”. Dalam pasal ini tidak dijabarkan pula mengenai gambar bahaya merokok pada bungkus rokok. Hal ini juga bertentangan dengan keputusan Kementrian Kesehatan yang menginginkan 80% dari kemasan rokok terdapat peringatan dengan gambar bahaya rokok. Jika saat ini pencantuman gambar bahaya roko pada setiap kemasan ( bungkus ) rokok tidak juga menimbulkan efek jera bagi para perokok, apalagi jika gambar itu dihilangkan dan hanya dicantumkan peringatan berupa tulisan saja? Bukankah itu akan lebih memperparah angka perokok di Indonesia itu sendiri.
RUU Pertembakauan memang dinilai lebih melindungi industri tembakau saja.Namun jika ditinjau lebih jauh, petani tembakau tidak bisa menikmati keuntungan secara langsung. Diamana 5% hasil cukai tembakau diterima dan dikelola secara langsung oleh pemerintah.
Dalam kacamata kesehatan, adanya RUUP ini, pada dasarnya justru banyak merugikan bagi masyarakat Indonesia terkait derajat kesehatan masyarakatnya. Dalam RUUP Bab VII tentang harga dan cukai misalnya, didalam bab itu dijelaskan bahwa harga produk tembakau yang mengandung tembakau import sebesar 3 kali lipat dari tembakau lokal. Hal ini berarti rokok lokal akan dijual dengan harga yang murah. Sedangkan, hingga saat ini masih ada beberapa petani tembakau Indonesia yang memproduksi tembakau mole, dimana tembakau jenis ini mempunyai kadar nikotin yang lebih tinggi dibadandingkan tembakau Barley dan Virginia yang di import dari luar justru memiliki kadar nikotin yang jauh lebih rendah. Jika ditinjau, maka RUUP ini pada dasarnya tidak mempertimbangkan masalah kesehatan yang ditimbulkan. Karena, RUUP lebih mengarahkan masyarakat untuk membeli produk rokok lokal yang lebih murah ( terjangkau ) namun memiliki bahaya kesehatan yang lebih berbahaya dan merusak kesehatan masyarakat itu sendiri.
Tingginya cukai yang diterima pemerintah dari hasil tembakau yaitu mencapai 149,9 triliun pada APBN 2017 lalu, pada dasarnya tidak dapat menutup biaya pengobatan yang harus ditanggung akibat bahaya merokok itu sendiri, yang bisa mencapai berkali lipat dari hasil cukai yang didapatkan dari hasil tembakau tersebut. Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemkes Muhammad Subuh, merokok masuk dalam empat penyebab penyakit katastropik di Indonesia yang biaya pengobatannya tinggi.
Selain itu pada RUUP Pasal 58 juga dijabarkan bahwa “Pada saat Undang – Undang ini mulai berlaku semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan pertembakauan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan undang – undang ini”. Hal ini berarti, apabila pasal peraturan perundang-undangan lainyang tidak cocok ( bertentangan ) dengan RUU Perundangan menjadi tidak aktif. Bukankah ini akan menimbulkan kerancauan dan akn menimbulkan masalah masalah yang dapat berkelanjutan?
Menilik dari beberapa pertimbangan di atas apakah Rancangan Undang-Undang Pertembakauan dapat mencerminkan semangat mewujudkan NKRI yang mencerdaskan, menyehatkan, dan meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia?


#ISMKMI
#ismkmi_wilayah_3
#ismkmidiy

Sabtu, 15 September 2018

Baca Lagi Yuk Tentang Masyarakat dan Rokok






 


Stigma Buruk Pada Rokok Yang Selalu Melekat Pada Masyarakat
Masalah merokok sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu secara terus menerus diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekonomi, sosial, politik utamanya aspek kesehatan. Dari aspek kesehatan, rokok mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti Nikotin yang bersifat adiktif dan Tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga formalin. Ada 25 jenis penyakit yang ditimbulkan karena kebiasaan merokok seperti Emfisema, Kanker Paru, Bronkhitis Kronis dan Penyakit Paru lainnya.  Dampak lain adalah terjadinya penyakit Jantung Koroner, peningkatan kolesterol darah, berat bayi lahir rendah (BBLR) pada bayi ibu perokok, keguguran dan bayi lahir mati
Merokok dalam kebiasaan seseorang adalah suatu hal yang sering dinilai buruk di masyarakat. Hal ini terjadi karena memang kandungan rokok yang dalam bidang medis memiliki bahan yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang baik perokok aktif maupun perokok pasif. Namun perlu diperhatikan kembali terkait bahwa merokok tidak selamanya memiliki citra yang buruk, hal ini mengarah terhadap dosis dan takaran tertentuyang digunakan untuk merokok. Penggunaan tembakau sebenarnya digunakan untuk pengobatan untuk melawan berbagai jenis penyakit yang ada dalam tubuh, salah satunya penyakit encok dan penyakit lainnya.
 Tembakau di Indonesia juga berawal untuk pengobatan sakit napas dengan menjadikan minyak cengkeh untuk dioleskan ke dada seseorang yang menderita penyakit sakit napas. Namun ada masyarakat yang merubah kebiasaan itu dengan sedikit memodifikasi pengobatan tersebut yaitu dengan cara berbeda, menghaluskan cengkeh, kemudian mencampurkan dengan tembakau dan dibungkus daun jagung dan kemudian dibakar  ujungnya. Dengan cara menghirup asapnya sampai masuk ke paru-paru, penyakit tersebut berangsur hilang.
Perlu diketahui penyebab rokok menjadi stigma buruk pada masyarakat adalah akibat dari perilaku pengguna rokok yang sembarangan. Hal ini lah yang menguatkan stigma buruk pada rokok, seperti merokok di tempat-tempat umum tanpa mempedulikan lingkungan sekitar. Karena penggunan modifikasi pengobatan itulah yang berlebihan dan sembarangan, menjadikan sebuah pandangan buruk pada masyarakat. Jika anda perokok berat dan ingin merokok carilah tempat yang khusus perokok jangan memberi penyakit kepada orang disekitar anda, Alangkah baik untuk berhenti merokok mulai dari sekarang.       

YUK LEBIH KENAL DENGAN TEMBAKAU





 

 
Yuk Lebih Kenal Dengan Tembakau
Jika mendengar kata tembakau sebagian besar orang akan berpikir tembakau adalah rokok. Wajar saja jika banyak orang berpikiran seperti itu karena rokok adalah produk tembakau yang paling dikenal orang. Padahal tembakau tidak hanya dimanfaatkan sebagai rokok, tembakau juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan obat penenang dan insektisida.
Tembakau memiliki nama latin Nicotiana, termasuk dalam family Solanaceae. Terdapat lebih dari 70 species tembakau di dunia. Diantara 70 species tembakau species Nicotiana tabacum dan Nicotiana rustica yang paling banyak dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Tembakau banyak dibudidayakan di negara Brazil, Cuba, Colombia,  Guatemala, Indonesia, Iran, dan Meksiko.
Nicotiana atau yang biasa kita kenal dengan tembakau merupakan tanaman hasil perkebunan. Tembakau memiliki kandungan zat nikotin yang dapat ditemukan di batang, daun, bunga, dan akar. Tembakau termasuk dalam alkaloid nikotin. Dimana nikotin ini bersifat stimulan, yang dapat mempengaruhi kerja syaraf (menunjukan perasaan tenang dan rileks) hal ini yang menjadikan tembakau dimanfaatkan sebagai bahan obat penenang, bersifat adiktif yang menyebabkan perokok kecanduan, serta antiherbivore yang dapat dijadikan sebagai insektisida.
            Disamping tembakau memiliki manfaat tembakau juga dapat menjadi racun lho, seperti rokok yang membuat rileks bagi perokok akan tetapi disamping itu rokok dapat mengakibatkan penyakit jantung, kanker paru-paru, gangguan kehamilan dll terlebih rokok bersifat adiktif sehingga orang menjadi kecanduan terhadap rokok. Sebagai insektisida ternyata tembakau juga tidak baik untuk lingkungan dimana dapat merusak lingkungan.